Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Kamis, April 02, 2009

KONTRAK KARYA PT.NEWMONT AKAN SEGERA BERAKHIR

Arbitrase menjadi akhir dari sengketa divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara(PTNNT) dan Pemerintah Republik Indonesia. Kedua belah pihak, mengklaim langkah yang dilakukan sudah sesuai dengan kontrak karya yang ditandatangani. Habis sudah kesabaraan Pemerintah Indonesia terhadap Newmont. Perusahaan tambang tersebut dinggap tak punya itikad baik untuk menyelesai kewajiban divestasi seperti tertuang dalam kontrak karya . Meski sudah beberapa kali diberi perpanjangan waktu, Newmont dianggap hanya mengulur waktu. Keputusan pun diketuk: pemerintah akan menggugat Newmont ke arbitrase.
Adalah Bupati Kabupaten Sumbawa Barat Haji Zulkifli Muhadli yang pertama menentang PT.Newmont yang kesannya ingin memonopoli pembelian saham melalui divestasi yang menjadi kewajibannya. Newmont menginginkan divestasi itu diberikan kepada pemda dengan dukungan dana dari perusahaan yang dibuat Newmont sendiri. Bupati KSB menolak keinginan itu dan bersama Pemerintah Provinsi NTB masalah ini diangkat ke Pusat. Pemerintah Jakarta pun menyambut positif keinginan Pemda KSB dan NTB. Pusat lalu member peringatan kepada PT.Newmont agar segera melaksanakan kewajibannya sesuai kesepakatan dalam kontrak kerja. Tapi Newmont tetap bandel, seolah tidak mau melaksanakan kewajiban walau lampu merah sudah dinyalakan pemerintah pusat. Saat-saat itulah PT Newmont mendekati Bupati dan Ketua DPRD Sumbawa agar mendukung keinginan Newmont. Entah kenapa juga, Bupati Sumbawa Jamaluddin Malik dan Ketua DPRD Sumbawa menerima tawaran Newmont dan meninggalkan Pemprov NTB dan KSB yang menginginkan perusahaan lain yang mendampinginya dalam pembelian saham Newmont itu.


Pemerintah pusat tetap pada komitmen awal. Newmont harus segara menjual sebagian sahamnya itu. Lagi-lagi Newmont tidak berbuat apa-apa sehingga membuat marah Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Kemarahan itu kemudian bermuara di pengadilan arbitrase. Langkah iitu dilakukan karena Newmont dinilai tidak konsisten dalam menghormati kontrak dan sengaja mengulur waktu dalam melaksanakan kewajiban divestasi. Newmont dinilai telah menunda kewajiban divestasi selama lebih dari satu tahun. Putusan pemerintah menggugat ke arbitrase itu bak guntur di siang bolong. Saat mengelurakan surat lalai (default) , kemudian memberi tolerransi perpanjangan , banyak pihak menyebutkan pemerintah melunak. Tetapi ternyata tidak, Newmont harus patuh pada apa yang sudah menjadi kesepakatannya dengan Pemerintah RI.
Kesalahan fatal yang dilakukan Newmont adalah tidak melaksanakan perjanjiannya pada pasal 20, 21 dan 24, dimana Newmont tidak mendivestasikan sahamnya yang seharusnya dilakukan pada 2006 (3 persen) dan 7 persen pada 2007. Bukti hukum lainnya yang diajukan adalah saham Newmont yang digadaikan kepada 3 bank asing. Akibat dianggap tidak melakukan kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam Kontrak Karya (KK), pemerintah pada 11 Januari 2008, mengeluarkan surat Default.
Sejak default dijatuhkan, Newmont masih diberikan kesempatan perpanjangan waktu hingga 22 Februari 2008. Namun dalam pertemuan tersebut, kesepakatan belum juga ditemukan (deadlock). Pemerintah kembali melakukan perpanjangan sampai tanggal 25 Februari, kemudian masih terus dilakukan perpanjangan sampai 3 Maret 2008.
Sebelum melakukan gugatan Newmont ke Arbitrase, Pemerintah RI sudah melakukan konsultasi dengan berbagai pihak, antara lain pakar hukum bisnis dan hukum internasional. ‘pemerintah RI punya posisi yang kuat, karena telah menuruti seluruh kesepakatan dan prosedur yang diatur dalam kontrak karya. Jalur arbirase dipilih agar tidak mengganggu iklim investasi di tanah air. Pilihan ini tentu bukan pilihan Purnomo seorang karena persoalan divestasi Newmont ini beberapa kali dibicarakan di rapat kabinet. Apapun yang diputuskan terhadap kasus ini, akan membawa implikasi yang besar. Tak sekedar eknomi, tapi juga politis. Indonesia harus menghadapai protes Amerika dan Jepang. Kedua negara itu sangat melindungi invetasi perusahaan mereka di luar negeri . PT Newmon Nusa Tenggara dikuasai 45 % Newmont, yang berbasis di Amerika , 35 % Sumitomo Jepang, dan Fukuafu 20 %.
Suara kabinet juga sebenarnya tak bulat. Tak sedikit yang mengusulkan agar dilakukan terminasi alias pemutusan kontrak. Alasannya, pemutusan kontrak bukan sekali ini saja dilakukan pemerintah Cq ESDM. Dalam catatan Majalah Tambang, setidaknya ESDM pernah melakukan lebih dari empat puluh kali pemutusan kontrak, baik sepihak maupun persetujuan kedua belah pihak. Tapi akhinya, dipilih opsi membawa masalah tersebut ke arbitrase. Langlah ini dipandang paling aman karena tercantum dalam kontrak. Selain itu sudah menjadi kelaziman kalangan bisnis internasional
Ketika pengaduan ke Pengadilan arbitrase dan tembusannya diterima pihak Newmont langsung mengadakan jumpa pers. Intinya PT.Newmont siap menghadapi Pemerintah Indonesia. Saat itu Russel Ball, Senior Vice President & Chief Finance Officer Newmont Mining Corporation, mengungkapkan, sengketa ini seharusnya dapat diselesaikan tanpa harus melalaui arbitrase internasional. Ia juga menyayangkan bahwa, sengketa ini tidak dapat diselesaikan sesuai tenggang waktu yang diberikan pemerintah. Ia mengatakan sudah ada kemajuan dengan ditandatanganinya perjanjian prinsip dengan pemerintah Kabupatan Sumbawa (KS). Lebih jauh Ball mengungkapkan, PTNNT dan perwakilan pemegang saham asingnya masih berharap dapat terus melanjutkan pembicaraan dengan Menteri ESDM. Mereka mempertanyakan perjanjian rahasia antara Bumi Resources yang dimuat di salah satu surat kabar asing dan juga sebuah situs berita lokal di NTB. PTNNT, masih menut Ball, tetap menegaskan bahwa pihaknya tidak melanggar KK, sehingga tidak ada dasar bagi pemerintah untuk melakukan terminasi KK. PTNNT, tetap berkomitmen untuk menyelesaikan proses divestasi sesuai ketentuan KK. ”meski diajukan ke arbitrase, proses divestasi akan terus berlanjut,” ujarnya.
Arbitrase Internasional Menangkan Gugatan Indonesia atas Newmont
Pengadilan arbitrase internasional memenangkan gugatan Pemerintah Indonesia atas PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) terkait sengketa divestasi saham perusahaan tambang tersebut.Sesuai putusan yang diambil, Newmont diharuskan mendivestasi 17 persen sahamnya kepada pihak nasional Indonesia dalam waktu 180 hari sejak putusan arbitrase dikeluarkan. “Kalau sampai 180 hari Newmont belum juga mendivestasikan sahamnya, maka pemerintah bisa mencabut kontrak karyanya.
Dalam putusan arbitrase juga menyebutkan saham yang didivestasikan harus bebas dari gadai. Walaupun memenangkan Pemerintah Indonesia,Pengadilan arbitrase tidak mengabulkan seluruh gugatan yang diminta Pemerintah Indonesia yakni permintaan terminasi yang diminta Pemerintah Indonesia. Keputusan tersebut diambil tiga arbiter yakni arbitrer bersama Robert Primer asal Swiss, arbitrer pemerintah M Sornarajah, dan Steven Sublle yang ditunjuk Newmont. Penyelesaian melalui arbitrase internasional diambil pemerintah karena Newmont dinilai lalai melaksanakan kewajiban divestasi yang sudah disepakati bersama. Kewajiban divestasi itu adalah sebanyak tiga persen saham tahun 2006 senilai 109 juta dolar AS dan tujuh persen saham pada 2007 senilai 282 juta dolar AS.
Sesuai kontrak karya, NNT berkewajiban mendivestasi 51 saham kepada pihak nasional yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah atau perusahaan nasional sampai 2010.
Putusan Arbritase Newmont Final :
Keputusan Majelis Arbitrase yang memenangkan Pemerintah Indonesia dalam kasus PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sifatnya final. "Jadi tidak ada lagi hak banding. Pada pokoknya keputusan arbitrase international memenangkan pemerintah RI," kata Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro dalam acara jumpa pers di Gedung ESDM, Jakarta, Rabu 1 April 2009. Purnomo menjelaskan keputusan majelis arbitrase terhadap NNT antara lain memerintahkan PT NNT untuk melaksanakan pasal 24 poin 3 dari kontrak karya. Selanjutnya PT NNT juga dinyatakan default atau lalai.
Selain itu, Purnomo juga mengungkapkan Pemerintah RI memerintahkan PT NNT melakukan divestasi atas 17% sahamnya. Untuk tahun 2006 sebanyak 3% dan tahun 2007 sebanyak 7% yang diserahkan kepada Pemda setempat. Sedangkan untuk tahun 2008 sebanyak 7% akan diserahkan kepada pemerintah RI. "Semua kewajiban harus dilakukan dalam kurun waktu 180 hari setelah putusan ini ditetapkan," ujarnya.
Purnomo menambahkan, untuk saham yang akan didivestasikan bukan merupakan saham gadai. "Sumber pendanaan pembelian saham juga bukan urusan Newmont," tuturnya.
Untuk poin terakhir, Purnomo mengatakan PT NNT juga diharuskan mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan pemerintah RI dalam hal penyelesaian kasus tersebut yang jumlahnya mencapai US$ 1,9 juta.
Sebelumnya, Jaksa Pengacara Negara, Joseph Suwardi Sabda menegaskan bahwa pada 31 Maret 2009 kemarin pengadilan arbitrase internasional yang dikepalai Robert Primer asal Swiss memenangkan satu dari dua gugatan yang dilayangkan pemerintah terhadap divestasi Newmont.
Menurut Joseph, gugatan yang dimenangkan oleh pemerintah adalah bahwa Newmont harus mendivestasikan 17% sahamnya yang sudah berstatus bebas gadai dalam waktu 180 hari sejak putusan dikeluarkan. Saham tersebut harus didivestasi kepada pemerintah atau pihak yang ditunjuk pemerintah.
"Kalau putusan tidak dilaksanakan sampai jangka waktu itu, pemerintah berhak mencabut Kontrak Karya (KK) Newmont," ujarnya.
Pada 1996 Newmont menggadaikan seluruh saham asingnya yang dimiliki Sumitomo dan Newmont Mining Corporation sebanyak 80% kepada Export Import Bank of Japan, US Export Import Bank, dan KFW Jerman sebesar US$ 1 miliar. Newmont sudah melunasinya sebagian sehingga tinggal sisa US$ 300 juta. Sebanyak 20% sisa sahamnya dimiliki oleh perusahaan lokal Pukuafu Indah. Sementara, gugatan yang tidak dikabulkan pengadilan adalah mengenai keinginan pemerintah untuk langsung menterminasi KK Newmont.
Pemerintah dan NNT mencari penyelesaian kasus divestasi saham Newmont melalui pengadilan arbitrase internasional sejak Desember 2008. Pemerintah mengambil langkah arbitrase karena Newmont tidak melaksanakan kewajiban divestasi sebanyak 3% saham pada 2006 senilai US$ 109 juta dan 7% saham pada 2007 senilai US$ 282 juta.
Sesuai kontrak karya, Newmont memiliki kewajiban mendivestasi 51% sahamnya kepada pihak nasional yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun perusahaan nasional sampai 2010. Di tengah proses arbitrase tersebut, NNT menawarkan divestasi saham 2008 sebesar 7% senilai US$ 426 juta yang juga default.
Newmont Kaji Putusan Arbitrase :
Newmont Mining Corporation (NMC), induk usaha dari PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), masih mengkaji keputusan majelis arbitrase internasional yang memenangkan gugatan Pemerintah Indonesia atas NTT terkait sengketa divestasi saham perusahaan tambang itu.
"Saat ini kami tengah mengkaji putusan tersebut dan berharap dapat membahas langkah ke depan dengan Pemerintah Indonesia guna melaksanakan putusan Panel Arbitrase," kata President dan Chief Executive Officer Richard O'Brien dalam siaran persnya, Rabu 1 April 2009.


0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Pengikut

Berita Terkini Sumbawanews