
Dalam point ke 2 surat DPP Golkar bernomor B-193/GOLKAR/VII/2009 bahwa calon Ketua DPRD memiliki pengalaman menjadi anggota DPRD dan dari unsure pimpinan DPD dan lebih diutamakan tingkatannya. Sedang point ke 5 disebutkan bahwa dalam hal terdapat beberapa calon yang mempunyai kualifikasi yang sama,maka calon yang memperoleh suara lebih tinggi dalam pemilu lalu, lebih diprioritaskan.
Kedua point inilah yang membuat rapat tersebut menjadi mamanas karena masing-masing kubu ingin menganulir versi kubu lainnya. Apalagi ketika Wanhat Partai Golkar Sumbawa Drs.Haji A.Latif Majid ( mantan Bupati Sumbawa ) memberikan pendapatnya tentang dua point dalam surat tersebut. Latif Majid mengartikan kalimat tingkatan dalam point ke 2 sebagai struktur yang berarti Haji Farhan lebih tinggi tingkatan nya ketimbang Jamaluddin Afifi, sehingga point ke 5 ( dalam hal terdapat beberapa calon yang mempunyai kualifikasi yang sama,maka calon yang memperoleh suara lebih tinggi dalam pemilu lalu, lebih diprioritaskan ) tidak lagi berlaku dan mesti diabaikan. Sementara dari kubu Jamaluddin Afifi, seperti disampaikan pengurus DPD Golkar Sumbawa Suharto SH bahwa yang dimaksud tingkatan dalam point ke 2 tersebut adalah DPD dan PK. Suharto mengartikan kedua kandidat itu sebagai memiliki kualifikasi yang sama sehingga harus dipergunakan point ke 5 kandidat peraih suara terbanyak dalam pemilu lalu. Dengan demikian tegas Suharto Jamaluddin Afifi lah yang berhak,karena yang bersangkutan memperoleh suara 1.7oo an sedangkan Haji Farhan hanya mendapat 900 suara.
Karena beda pemahaman tentang surat DPP tersebut antara dua kubu ini ( Haji Farhan dan kubu Jamaluddin Afifi ) maka kubu Jamaluddin Afifi mengusulkan untuk voting. Usulan voting langsung dibumikan oleh pengurus DPD Golkar NTB dan mengancam bahwa melalui voting pun, rekomendasi tetap dikeluarkan untuk Haji Farhan dan yang melanggar akan dipecat dan direcal dari anggota DPRD Sumbawa.
Mendengar ancaman itu nyaris saja terjadi keributan dari kubu Jamaluddin Afifi. Namun dalam suasana yang sudah haru biru itu lah jiwa besar seorang Jamaluddin Afifi ditampilkan dan membuat semua peserta rapat menjadi terdiam. “ Intrupsi..ujar Jamaluddin Afifi. Demi Partai yang kita cintai ini, saya menyatakan mengundurkan diri untuk dicalonkan sebagai Pimpinan DPRD Sumbawa. Tukas nya.
Rapat pleno tersebut akhirnya menetapkan Haji Farhan Bulkiah menjadi Ketua DPRD Sumbawa priode lima tahun mendatang.
Namun sejumlah PK sangat kecewa dengan keputusan tersebut. Caci makipun dilontarkan kepada Ketua DPD Golkar Sumbawa Muh.Amin SH yang tidak bereaksi ketika sejumlah PK dan pengurus DPD Golkar mengusulkan voting. “ Pak Amin telah menghianati kita semua. Ujar seorang pengurus DPD Golkar Sumbawa.
Tidak saja Muh.Amin SH yang mendapat caci maki, Ketua Wanhat Partai Golkar Sumbawa Drs.Haji A.Latif Majid pun disebut sebagai biang. “ Sudah pasti pak Latif itu membela Haji Farhan, karena adik iparnya dan semua ini sarat dengan kepentingan pribadi. Ujar seorang Ketua PK Golkar dari Sumbawa bagian Timur.
Peristiwa ini semakin menambah panjang catatan sejarah Partai Golkar dari pusat hingga ke daerah, bahwa partai berlambang pohon beringin itu sangat konsisten dengan inkonsistensi.
0 komentar:
Posting Komentar